Berita  

Seminar STIK Polri paparkan dampak negatif politik identitas

Seminar STIK Polri Paparkan Dampak Negatif Politik Identitas

Pada seminar yang digelar oleh Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) Polri membahas tentang dampak negatif dari politik identitas. Seminar ini melibatkan berbagai ahli dari berbagai bidang, termasuk akademisi, aktivis, dan tokoh masyarakat.

Politik identitas adalah praktik politik di mana seseorang atau kelompok memilih pandangan politik dan tindakan berdasarkan pada kelompok identitas yang mereka anggap sebagai identitas mereka, misalnya suku, agama, atau orientasi seksual.

Dalam beberapa tahun terakhir, politik identitas telah menjadi semakin populer di banyak negara di seluruh dunia, dan dampaknya terlihat secara jelas. Oleh karena itu, seminar ini bertujuan untuk membahas dampak negatif dari politik identitas dan cara mengatasinya.

Berikut adalah beberapa dampak negatif dari politik identitas yang dibahas dalam seminar STIK Polri:

Meningkatnya Ketidakadilan

Politik identitas menyebabkan ketidakadilan, terutama bagi mereka yang tidak termasuk dalam kelompok identitas yang dipilih oleh para politisi. Misalnya, jika politikus memilih untuk fokus pada agama Islam, kelompok kecil agama lain akan merasa diabaikan dan merasa tidak dianggap penting oleh pemerintah.

Ini dapat menyebabkan perpecahan dalam masyarakat dan hilangnya rasa kebersamaan. Oleh karena itu, penting untuk menyeimbangkan perspektif politik dan mempertimbangkan seluruh penduduk dalam kebijakan pemerintah.

Meningkatnya Intoleransi dan Kebencian Antar-Kelompok

Politik identitas dapat memicu kebencian antar-kelompok dan memperkuat stereotip yang dapat mengarah pada kekerasan dan diskriminasi. Ketika kelompok identitas dipilih untuk mendapatkan perhatian dan dukungan, hal ini bisa menimbulkan rasa tidak senang dari kelompok lain yang merasa diabaikan.

Ini dapat memicu fungsi psikologis seperti prasangka dan menjadi sumber konflik sosial. Kecenderungan terhadap kebencian antar-kelompok dalam politik identitas menjadi masalah di seluruh dunia, sehingga perlu adanya tindakan dari pihak berwajib dalam mengawasi atau mengontrol debat politik dan meredam ketegangan.

Meningkatnya Divisi dan Perpecahan

Politik identitas dapat menyebabkan perpecahan dan rasa tidak nyaman di antara penduduk. Konten perdebatan publik umumnya berkontribusi pada polarisasi politik. Efek gabungan ini berdampak negatif sehingga dapat menimbulkan ketidakharmonisan di antara warga negara.

Contohnya, polarisasi politik di Brazil selama jangka waktu pemilihan di tahun 2018 berkontribusi pada meningkatnya kekerasan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dicari cara untuk menurunkan intensitas dari debat politik dan menjaga kohesi sosial.

Berkurangnya Fokus pada Persoalan yang Sebenarnya

Politik identitas dapat membawa dampak negatif dengan berkurangnya fokus pada persoalan yang sebenarnya pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena berfokus pada perspektif yang hanya menganggap kepentingan kelompok identitas yang dipilih sebagai yang utama dan meremehkan kepentingan umum.

Masalah perselisihan di antara berbagai kelompok kadang tidak memperhatikan persoalan aktual pada masyarakat, seperti kemiskinan, pengangguran, lingkungan hidup, krisis kesehatan ataupun pendidikan. Oleh karena itu, saat menyeimbangkan perspektif politik, perlu ditambahkan pada agenda kepentingan umum.

Meningkatnya Harga Diri dengan Identitas yang Dipilih

Politik identitas kadang membawa dampak positif berupa meningkatnya harga diri sebagian warga, tetapi jika konteks identitas pada kelompok minoritas maka bisa juga menimbulkan efek negatif.

Biasanya, sebuah kelompok merasa terdiskriminasi atau diabaikan dalam beberapa hal di masyarakat, politik identitas dapat menjadi wadah mengembalikan harga diri pada kelompok tersebut walaupun tanpa realisasi yang diperlukan atau mengabaikan keragaman dengan orang-orang yang tidak tertarik pada identitas tertentu. Oleh karena itu, perlu disarankan dalam perdebatan politik yang penting untuk menenangkan emosi dan mempertimbangkan dampak pada kebijakan yang akan diputuskan.

Berpotensi Memicu Tindakan Sekstarian

Politik identitas dapat memicu tindakan sekstarian, terutama jika digunakan oleh kelompok-kelompok radikal yang mempermasalahkan satu identitas atau kelompok yang menghalalkan kekerasan untuk mencapai tujuan-tujuan mereka.

Politik identitas yang berproduksi secara massal dengan isu dalam lingkup nasional atau internasional sering memancing emosi dan tindakan agresif dari sekelompok orang, yang pada akhirnya dapat menimbulkan konflik bersenjata dan tindakan keamanan yang tidak diinginkan, serta kerja keras untuk membangun kembali kepercayaan, menjaga kerukunan, menyelesaikan konflik hingga reunifikasi masyarakat.

Mendorong Penyebaran Hoaks

Politik identitas dapat mendorong menyebarluaskan berita yang tidak benar yang merugikan kelompok yang dipilih menjadi target. Sebagai contoh, dalam pemasaran politik, banyak kampanye politik identitas yang mengandalkan berita bohong atau hoaks untuk memperoleh dukungan publik.

Karena isu yang dipilih sangat personal dan emosional bagi kelompok masyarakat tertentu, sangat mudah membuat hoaks dan memanipulasi opini publik. Oleh karena itu, perlu digencarkan pendidikan publik tentang pentingnya penilaian faktual dalam mengakses berita, terutama karena hoaks yang menyebar secara massal pada beberapa kesempatan bisa merugikan satu kelompok masyarakat tertentu.

Kesimpulan

Dari seminar yang digelar oleh STIK Polri tentang dampak negatif dari politik identitas, dapat disimpulkan bahwa politik identitas sangat berbahaya jika digunakan secara ekstrim dan satu-satunya yang ingin diperjuangkan adalah kelompok identitas yang dipilih.

Hal ini dapat memperkuat perpecahan, kebencian, hoaks, dan diskriminasi, serta memberikan dampak negatif pada sosial, budaya, dan politik. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran diri dan kontrol diri dalam perdebatan publik dan penilaian realistis atas ketimpangan yang dihadapi, sehingga lingkungan sosial dan politik menjadi lebih bermakna dan dapat diadakan menjadi platform respon yang responsif dan inklusif bagi seluruh masyarakat.